MediaRepublik.id|| Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM), Dhahana Putra, memandang rendahnya kesadaran masyarakat terkait isu kesehatan mental yang masih menjadi tantangan serius bagi pemerintah. Meskipun kesehatan mental merupakan bagian dari hak dasar setiap individu, kesadaran masyarakat mengenai hal ini dinilai masih minim.
“Kesehatan mental bukan hanya soal medis, tetapi juga hak asasi manusia. Seperti halnya hak atas kesehatan fisik, akses terhadap layanan kesehatan mental yang berkualitas, inklusif, dan bebas dari stigma harus diakui sebagai hak setiap orang,” ujar Dhahana Putra dalam pernyataannya. Sabtu (12/10) di Jakarta.
Pernyataan ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk hidup sejahtera secara lahir dan batin. Pasal 9 undang-undang tersebut menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan fisik dan mental serta berhak memperoleh layanan kesehatan yang layak.
Dhahana juga menyebut pentingnya peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia yang jatuh pada 10 Oktober, sebuah inisiatif dari World Federation Mental Health (WFMH) sejak 1992. Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran global dan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya kesehatan mental sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Namun, diakui oleh Dhahana, pemahaman yang kurang memadai mengenai kesehatan mental di Indonesia masih sering menimbulkan diskriminasi.
“Mereka yang mengalami masalah kesehatan mental sering menghadapi hambatan dalam mengakses pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi sosial,” katanya.
Meski begitu, pemerintah Indonesia telah berupaya meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak individu yang memiliki gangguan kesehatan mental. Salah satu langkah konkret adalah dengan diterbitkannya UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang memasukkan isu kesehatan mental sebagai bagian integral dari upaya kesehatan nasional.
https://mediarepublik.id/wp-content/uploads/2025/03/IMG-20250305-WA0002-1.jpg
